Search This Blog

Sunday, December 27, 2020

Mengenal Tanaman Legum Pohon Bernutrisi Tinggi

Mengenal Tanaman Legum Pohon Bernutrisi TinggiIndigofera zollingeriana



Sejarah Tanaman Indigovera. sp

Tanamana ini berasal dari dan tersebar di Benua Afrika, Asia dan Amerika Utara.  Sekitar tahun 1900 Indigofera sp dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropa serta terus berkembang secara luas di indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman dari kelompok kacangan  dengan memiliki 700 spesies. Tanaman ini merupakan tanaman yang memiliki kandungan nitrogen yang cukup tinggi sehingga kandungan protein tinggi pula. 

Kelebihan dari Tanaman Indigovera. sp

Tanaman  Indigofera sp  sangat baik untuk di jadikan sebagai  hijauan pakan ternak ruminansia besar maupun kecil, selin itu juga tanaman Indigofera Sp mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%.  selain memiliki kandunagan nutri yang tinggi  tanaman Indigofera Sp juga  toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas. Kelebihan  lain tanaman Indigofera sp yaitu kandungan tanninnya yang ada pada tanaman tersebut sangat rendah berkisar antara 0,6  –  1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi). Dimana dengan rendahnya kandungan tannin pada tanaman Indigofera sp ini juga berdampak positif terhadap palatabilitas ternak terhadap tanaman Indigofera sp.

Toreran Terhadap Kekeringan

Toleran  terhadap kekeringan yang cukup tinggi tanaman Indigofera sp, sehingga dapat dikembangkan dan di lakukan budidayakan pada wilayah dengan iklim kering dalam mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan pakan ternak terutama selama musim kering. Tanaman ini juga tahan terhadap tahan terhadap salinitas, dimana tanah -tanah bekas galian tambang dengan kandungan unsur hara yang cukup sedikit tanaman ini dapat tumbuh dengan baik.

Sususnan Botani Tanaman Indigofera sp

Kingdom     : Plantae
Divisi           : Magnoliophyta
Kelas           : Magnoliopsida
Ordo            : Fabales
Famili          : Fabaceae
Bangsa        : Indigofereae
Genus         : Indigofera sp

 Daun Tanaman Indigofera sp


Ciri- ciri dari  daun tanaman Indigofera sp adalah daunnya berseling, biasanya bersirip ganjil, kadang-kadang beranak daun tiga atau tunggal

Bunga Tanaman Indigofera sp




Bunganya tersusun dalam suatu tandan di ketiak daun, daun kelopaknya berbentuk genta bergerigi lima, daun mahkotanya berbentuk kupu-kupu.  Secara umum tipe buahnya polong, berbentuk pita (pada beberapa jenis hampir bulat), lurus atau bengkok, berisi 1-20 biji yang kebanyakan bulat sampai menjorong.  Proses penyemaiannya dengan perkecambahan epigeal, keping bijinya tebal, cepat rontok, dan memiliki akar tunggang. 


Akara Tanaman Indigofera sp



Akar tanaman  Indigofera sp memiliki akar tunjang  dengan panjang 1,5m- 3 meter , dengan akar tunggang tanaman ini sangat tahan terhadap gonjangan angin sehinga dapat di jadikan sebagai tanaman pagar. Selain akar tunjang tanaman Indigofera sp memiliki akar sertabut yang berfungsi  sebagai penyerap unsur hara

Fisiologi Tanaman Indigofera sp 


Tanaman  Indigofera sp dapat tumbuh dari dataran rendah 0 meter sampai datara tinggi  1.650 m dpl, tanaman ini lebih baik tumbuh di derah yang memliki tanah yang gembur dan subur, selain itu juga tanam ini dapat tumbuh di derah pasang surut dengan tingkat genangan tidak telalu lama. Untuk mengoptimalkan produksi dari tanaman ini sebaiknya berdainase cukup baik.
Dalam keadaan tumbuh secara alami atau miliar, jenis-jenis tarum dijumpai di tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari penuh, misalnya lahan-lahan telantar, pinggir jalan, pinggir sungai, dan padang rumput, kadang-kadang sampai ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut.





Tuesday, December 15, 2020

PEMBUATAN BIAKAN MOL DAN CARA PENGGUNAANYA DALAM PEMBUATAN KOMPOS

 


CARA PEMBUATAN MOL.


PENDAHULUAN

 

Mikro organism local ( MOL ) adalah kumpulan dari beberapa mikroba yang ada di dalam lambung/ rumen ternak ruminansia besar yang di gunakan sebagai decomposer hayati dan pupuk mikro bagi tanaman . Adapun sumber rumen seperti rumen sapi, kerbau, kambing atau ternak lainnya, bila di lakukan pembiakan sangat efektif untuk menghancurkan selulosa dalam waktu yang singkat.

Mikroba yang ada didalam rumen sapi mampu melakukan proses permentasi dengan cepat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana hasil biakan murni mikro organisme dan dapat mempercepat proses pengomposan bahan organik. Adapun cara pembuatan Biakan Mol dari rumen sapi sebagai berikut :

A.      Alat dan bahan yang di gunakan 

1.  Alat

Panci, Kompor, Parutan/belender, Pisau, pengaduk, ember cat , selang, botol

2.  Bahan

Susu sapi murni 2 lt, gula pasir 1 kg, bekatul 1kg, nanas 1 buah, Rumen sapi 2 ltr,  terasi 0,5 kg, air bersih 10 lt

B.      Cara kerja

1.  Kupas kulit nanas kemudian nanas yang sudah di kupas kemudian di parut dengan menggunakan parutan kelapa atau dapat juga di belender.

2.  Hasil parutan nanas di masukan kedalam panci bersamaan dengan bekatul, tersi dan air bersih kemudian diaduk.

3.  Setelah bahan tercampur rata kemudian di panaskan diatas kompor sampai mendidih dan di iringi dengan pengadukan supaya merata.

4.  Setelah mendidih kemudian bahantersebut didingankan kurang lebih selama 2 jam

5.  Setelah dingin tambahkan dengan susu sapi murni dan isi lambung sapi atau kambing aduk sampai merata.

6.  Kemudian masukan kedalam ember cat yang telah bersih, tutup dengan penutup ember tersebut.

7.  Tutup ember di beri lubang dan di masukan pipa, ujung pipa di masukan kedalam botol yang berisi air.

8.  Biakan mol dapat di gunakan setelah 21 hari.

C.      Cara Penggunaan  Biakan MOL untuk pembuatan kompos

             Alat dan bahan

Alat yang di gunakan dalam pratikum ini adalah 1). cangkul, 2). parang, 5). ember, 6). gembor.  Sedangkan bahan yang digunakan adalah 1). Pupuk kandang sebanyak 50 kg, 2). Biakan MOL sebanyak 50 ml/lt, Sampah organik ( Bekas sayura, jerami padi, sekam padi , sampah organik) sebanyak 50 kg, 3).  kapur pertanian 2 kg.

 

Cara Kerja

  1. Pembuatan lobang kompos  panjang 1,5 x 1,5 m sedalam 0,5 meter. Selain itu dapat menggunakan gentong plastik/drum atau karung

            2. Dasar lubang disiram air   secukupnya untuk menjaga kelembapan

            3.  Paling dasar ditebar pupuk kandang setebal 2 cm , lapisan ke dua  kapur pertanian ditebar secara merata, lapisan ke tiga sampah organik setebal 20 cm sambil disiram larutan biakan mol yang sudah di larutkan dengan air kemudian tahap tersebut dilakukan terus berulang - ulang

            4. Paling atas ditutup dengan tanah hingga merata setebal 10 cm.

            6. Selama 3 minggu kompos dibongkar kemudian diayak dengan saringan 2 cm, bahan yang tidak lolos disaring dikomposkan lagi.

 

 

 

SELAMAT MENCOBA

Friday, December 13, 2019

Tanaman Makanan Ternak Bernutrisi Tinggi

 

Legum pohon Lamtoro (Leucaena leucocephala) 





                                              



                                                         I. Pendahuluan



1.1  Latar Belakang

Mengupayakan suatu usaha peternakan perlu ditunjang oleh tiga faktor utama yaitu : pemuliabiakan ternak (Breeding), sistim pemberian makanan (Feeding) dan sistim tata-laksana (Management). Pertumbuhan ternak akan sangat tergantung pada pakan dan proses pemberian makanannya.  Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia adalah dengan pemberian pakan yang bermutu, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Sejauh ini, pola pemberian pakan yang belum sesuai dengan kebutuhan ternak dan rendahnya tingkat produktivitas ternak di daerah tropis. Dengan kata lain, problema utama upaya peningkatan produksi ternak ruminansia adalah sulitnya penyediaan pakan yang berkesinambungan baik dalam artian jumlah yang cukup dan kualitas yang baik (Chen et al.,1990).

Penyediaan pakan pada ternak ruminansia meliputi 2 (dua) aspek, yang pertama
adalah penyediaan sumber pakan yang bermutu baik untuk kebutuhan mikroba yang nantinya akan menguntungkan ternak ruminansia itu sendiri dan yang kedua adalah penyediaan pakan untuk kebutuhan ternak sapi itu sendiri. Dalam memenuhi kedua kebutuhan tersebut pada ternak ruminansia maka diperlukan beberapa pertimbangan dalam penyediaan pakannya (Sutardi, 1977). Protein sebagai zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno,1991). Penggunaan protein pada bahan pakan akan membutuhkan biaya yang tinggi sehingga memerlukan beberapa pertimbangan dalam pemberiannya untuk pakan ternak ruminansia.
Sumber protein yang bisa digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ternak bisa berasal dari leguminosa pohon seperti lamtoro. Daun dan buah lamtoro mengandung protein dan energi yang cukup tinggi dan juga merupakan bahan baku lokal yang banyak tersedia.

II. PEMBAHASAN


2.1  Potensi Lamtoro sebagai pakan ternak

Lamtoro (Leucaena leucocephala) sudah dikenal di Indonesia sejak dulu dengan nama petal cina . Tanaman ini termasuk kacang-kacangan yang berasal dari Amerika Tengah . Tanaman ini dibawa ke Indonesia pada abad ke-20 sebagai tanaman peneduh di perkebunan-perkebunan (Budiman dkk .,1994) . Sekarang tanaman ini tersebar di seluruh pelosok pedesaan karena mudah tumbuh hampir di semua tempat yang mendapat curah hujan cukup. Kegunaan tanaman ini telah banyak dilaporkan yakni sebagai pupuk hijau, bahan bangunan, tanaman pelindung untuk tanaman cacao, tanaman pinggir jalan, pagar hidup, pencegah erosi, bahan baku pembuat kertas, bahan bakar dan sebagai pakan hijauan yang berprotein tinggi .

Lamtoro merupakan tanaman leguminosa pohon yang punya potensi besar untuk dikembangkan sebagai penghasil hijauan makanan ternak sepanjang tahun. Tanaman ini dapat menghasilkan 70 ton hijauan segar atau sekitar 20 ton bahan kering/Ha/tahun. Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan tanaman serba guna yang termasuk tanaman kacang-kacangan, berbentuk pohon dan dapat tumbuh dengan tinggi pohon 8-15 m serta berumur tahunan (17-32 tahun).

Tanaman ini tersebar luas di seluruh pelosok pedesaan dan mudah tumbuh
hampir di semua tempat yang mendapat curah hujan cukup . Perbanyakan tanaman tersebut dilakukan secara generatif (biji) . Penanaman dengan biji menyebabkan tanaman memiliki sistem perakaran yang kuat dan dalam sehingga dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama . Sebagai sumber hijauan makanan ternak, tanaman ini belum dimanfaatkan secara optimal . Demikian juga tanaman ini belum banyak dikomersialkan sebagai hijauan makanan ternak .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi hijauan tanaman lamtoro dapat mencapai 20 ton bahan kering/ha/tahun dengan total produksi protein kasar sebesar 3 ton/ha/tahun (Jones, 1979).

2.2  Jumlah dan Kualitas Lamtoro sebagai pakan ternak

Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat.

Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis subspesiesnya, yakni:

v  Leucaena leucocephala ssp. leucocephala; ialah anak jenis yang disebar luaskan oleh bangsa Spanyol di atas. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
v  ssp. glabrata (Rose) S. Zárate. Dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta,
v  ssp. ixtahuacana C. E. Hughes; yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.


Bila dilihat dari kandungan nutrisinya hijauan ini termasuk hijauan yang bernilai gizi cukup baik seperti terlihat pada Tabel 1 .

Komposisi kimia hijauan lamtoro
Urayan
1
2
3*
4**
Bahan Kering
-
-
29,10
35,67
Protein kasar
29,82
32,12
34,57
27,48
Lemak
5,24
3,55
2,23
2,97
Serat kasar 
19,61
21,65
-
-
NDF
39,94
43,23
38,6
52,68
ADF
14,4
27,18
34,38
42,93
Hemiselulosa 
-
-
4,22
9,55
Selulosa
9,14
17,14
-
-
Abu
6,12
6,47
4,85
4,93
Lignin
5,15
9,81
-
-
Kalsium
1,20
1,14
0,47
0,10
Pospor
0,22
0,13
0,79
0,55
Sumber :

1) dan 2) . Hasil Analisis laboratorium Proksimat, Balitnak
Bogor (tidak dipublikasi)
3). Toruan Mathius dan Suhendi (1991)
*) Daun lamtoro muda
**) Daun lamtoro tua

Pada Tabel 1 terlihat bahwa, lamtoro mengandung protein, kalsium dan energi yang tinggi. Menurut Jones (1979) dan Haryanto (1993), daun lamtoro mengandung protein yang relatif rendah tingkat pemecahannya di dalam rumen sehingga merupakan sumber protein yang baik untuk ternak ruminansia . Kandungan proteinnya berkisar antara 25 - 32% dari bahan kering, sedangkan kalsium dan fosfomya berturut-turut antara 1,9 - 3,2% dan 0,15 - 0,35% dari bahan kering (Askar dkk ., 1997). Kisaran ini disebabkan oleh 110 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 perbedaan varitas, kesuburan tanah, umur panen (daun muda akan mengandung protein yang lebih tinggi daripada daun tua), iklim serta komposisi campuran daun dan tangkai daun .

Kandungan mineral lainnya seperti Fe, Co dan Mn, menurut Mathius (1993) masih berada diambang batas yang tidak membahayakan untuk dijadikan pakan, sedangkan rendahnya kadar sodium dan iodium dapat diatasi dengan pemberian mineral lengkap yang dicampur dengan garam dapur (Jones, 1979) . Selanjutnya menurut Yates (1982)
pemberian garam dapur yang dicampur mineral suplemen (yang mengandung
unsur-unsur trace element seperti Cu, Fe, Mn, Zn, I, Co, Se, Mo, S, Ca, dan Na ) pada hijauan lamtoro untuk domba dapat meningkatkan bobot badan harian sebesar dua kali lipat . Komposisi kimia zat makanannya dalam bahan kering terdiri atas 25,90 % protein kasar, 20,40 % serat kasar dan 11 % abu (2,30 % Ca dan 0,23 % P), karotin 530.00 mg/kg dan tannin 10,15 mg/kg (NAS, 1984).

2.3 Kendala Penggunaan pada Ternak

Lamtoro termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak pemberiannya perlu dibatasi . Lamtoro mengandung zat anti nutrisi yaitu asam amino non protein yang disebut mimosin, yang dapat menimbulkan keracunan atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Haryanto, 1993 dan Siregar, 1994).

Zat anti nutrisi Iainya yang terkandung di dalam Iamtoro yaitu asam sianida (HCN) yang berpengaruh buruk karena dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid pada ternak . Asam sianida dapat menyebabkan keracunan akut (mematikan) dan keracunan kronis . Pada dosis rendah HCN yang masuk dalam tubuh ternak dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menurunkan kesehatan ternak . Selain itu Iamtoro juga mengandung tanin yang dapat menurunkan palatabilitas pakan clan penurunan kecernaan protein (Siregar, 1994) . Namunm menurut Jones (1979) dan Manurung (1996) adanya sejumlah tanin dalam Iamtoro dapat mencegah kembung dan melindungi degradasi protein yang berlebihan oleh mikroba rumen .

2.4 Pengolahan untuk Mengatasi Anti Nutri

Adanya zat anti nutrisi dalam hijaun Iamtoro tidak mengurangi nilai manfaatnya sebagai pakan hijauan yang berkualitas . Pencampuran hijauan ini ke dalam hijauan Iainnya adalah salah satu cara mengurangi resiko keracunan pada ternak ruminansia . Disamping itu proses pemanasan (pengeringan atau pelayuan) dapat meningkatkan pemecahan mimosin menjadi DHP yang kurang toksik (Tangendjaya dan Lowry, 1984) . Menurut Lowry (1982 ) bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan pada suhu antara 55-70C, bila Iebih tinggi dari 70°C menyebabkan terjadinya denaturasi enzim . Perendaman Iamtoro di dalam air panas pada suhu 60°C selama 3 menit dapat mengubah mimosin menjadi DHP hanya terjadi pada daun, sedangkan pada tangkai daun tidak terjadi penurunan .

Untuk mengatasi keterbatasan pemberian daun lamtoro tersebut pada ternak unggas  maka dilakukan dengan penggunaan mikroorganisme melalui proses fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan (Saono, 1976; Jay, 1978; Winarno, 1980), menambah rasa dan aroma serta  meningkatkan kandungan vitamin dan mineral (Kuhad dkk., 1997).

Fermentasi dilakukan menggunakan bakteri Bacillus laterosporus. Bakteri Bacillus laterosporus merupakan bakteri selulolitik yang menghasilkan enzim selulase dan enzim protease untuk merombak zat-zat makanan yang sulit dicerna menjadi mudah dicerna.  Seperti yang dijelaskan oleh Supriati, Hamid, Pasaribu dan Sinurat (1998) bahwa fermentasi diharapkan terjadinya perombakan bahan kompleks menjadi sederhana sehingga mudah dicerna yang selanjutnya dapat meningkatkan nilai gizi bahan.

 2.5 Penggunaan pada ternak /cara pemberian dan jumlah pemakaian

Pemberian pakan tunggal pada ternak yang terdiri dari rumput-rumputan
yang umumnya rendah kandungan nitrogennya tidak akan memenuhi kebutuhan
zat-zat gizi minimal ternak, campuran rumput atau jerami dengan daun
lamtoro sangat menguntungkan untuk memperbaiki nilai gizi yang rendah .
Dari beberapa penelitian pemberian daun lamtoro sebagai campuran pada rumput atau jerami dapat memperbaiki nilai gizi ransum . Sitorus (1987) melaporkan bahwa penambahan hijauan Iamtoro segar sebanyak 0,5 kg pada
ransum dasar domba dan kambing (ransum dasar terdiri dari 1,8 kg rumput
gajah yang ditambah jerami padi yang diberikan secara bebas) menunjukkan
adanya perbaikan dalam nilai konsumsi pakan bila dibandingkan dengan
ternak yang hanya mendapat ransum dasar .

Wahyuni dkk. (1981) melaporkan hasil percobaan pada sapi PO (Peranakan Ongole) yang diberi ransum pokok rumput lapangan ditambah daun lamtoro sebanyak 0%, 20%, 40%, 60% dan 100% yang memberikan pertambahan bobot badan harian masing-masing sebesar 0,02 kg, 0,29 kg, 0,54 kg dan 0,57 kg dan 0,38 kg . Pemberian lamtoro 40% dan 60% adalah terbaik bila dibandingkan dengan pemberian lamtoro sebanyak 0%, 20% dan 100% (Gambarl). Selain itu selama 26 minggu (182 hari) dilakukan percobaan tidak terlihat adanya gejala keracunan pada ternak .

Penelitian yang dilakukan oleh Semali dan Mathius (1984) menunjukkan bahwa pemberian daun lamtoro sebanyak 1 kg/hari merupakan jumlah pemberian yang optimal untuk pertumbuhan ternak domba muda .

Menurut Wina (1982) penambahan daun Iamtoro sampai dengan 30%
pada domba yang diberi ransum dasar rumput gajah menunjukkan nilai
koefisien cerna protein, bahan organik dan energi yang lebih tinggi daripada
kaliandra dan gamal, namun tidak berbeda dalam pertambahan bobot badan
dan konsumsi ransum (bahan kering, bahan organik dan energi) .




III KESIMPULAN

1. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa hijauan lamtoro bernilai gizi tinggi
terutama protein sehigga dapat dijadikan sebagai pakan tambahan sumber
protein untuk memperbaiki kualitas ransum dan meningkatkan produktivitas
ternak .
2. Hijauan lamtoro mengandung zat anti nutrisi bersifat toksik yaitu asam
amino non protein (mimosin), asam sianida dan tannin . Hal ini dapat
dikurangi melalui proses pemanasan, pengeringan, pelayuan dan
perendaman dalam air panas.
3. Dianjurkan penggunaan lamtoro segar sebagai pakan tambahan tidak lebih
dari 40% dan 60% hijauan lamtoro bila diberikan dalam keadan kering
cincang.












Daftar Pustaka

Askar, S. dan Nina Marlina . 1997 . Komposisi kimia beberapa hijauan pakan .
Bulletin Teknik Pertanian . 2 (1) : 7 - 11 .
Budiman, H. dan Syamsimar Djamal . 1994 . Hijauan Pakan Ternak. Pusat
Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Bogor . Hal 19.

Chen, C. P. 1990. Management of forage for animal production under tree crops. in: proc. integrated tree croping and small ruminant production system. INIQUES L.C and M. D. SANCHEZ (Eds).SR-CRSP. Univ. California Davis, USA. Pp. 10 –23.

Haryanto, B. dan A. Djajanegara. 1993 . Pemenuhan kebutuhan zat-zatnmakanan ternak ruminansia kecil . Sebelas Maret University Press. Hal192-194.
Jones, R.J. 1979. The value of Leucaena leucocephala as a feed for nruminants in tropics . World Anim . Rev ., No . 31 . Hal 13-23 .

Lowry, J .B . 1982. Detoxification of leucaena by enzymatic or microbial
processes . in Proc. Leucaena Research in the Asian-Pacific Region  IDRC, 211-e . Hal 49-54 .

Manurung, T . 1996 . Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber
protein ransum sapi potong. Jumal Ilmu Ternak dan Veteriner . 1(3) :
143-147 .
Mathius, I.W. 1993 . Tanaman lamtoro sebagai bank pakan hijauan yang
berkualitas untuk kambing- domba . Wartazoa . 3(1) : 24-29.

Semali, A . dan I . W. Mathius . 1984. Pengaruh penambahan daun Iamtoro
pada ransum domba terhadap konsumsi dan daya cerna ransum . Proc.
Domba dan Kambing di Indonesia . Puslitbangnak . Hal 8-11 .

Siregar, B. 1994 . Ransum Ternak Ruminansia . Penebar Swadaya . Jakarta . Hal16.

Sitorus, S .S. 1987 . The effect of Ieucaena suplementation to napier grass and
rice straw based diets for growing goats and sheep. Ilmu dan Peternakan . 3(2) : 75-78.

Sutardi, T. 1977. Ketahanan protein makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi produktivitas ternak. Buletin Makanan Ternak. 5 : 1 - 21


Tangendjaja, B . and J .B. Lowry. 1984 . Peranan enzym di dalam daun lamtoro
pada pemecahan mimosin oleh ternak ruminansia. Proc. Pertemuan
Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil . Puslitbangnak . Bogor. Hal 12-15.

Toruan Mathius, N . dan D . Suhendi . 1991 . Potensi kultivar Leucaena
diversifolia terseleksi sebagai pakan ternak . Menara Perkebunan . 59 (4) :
118-122 .

Wahyuni, Editha S.J ., Komara W dan Alan Day. 1981 . Penggunaan berbagai
Tingkat hijauan petal cina (Leucaena leucocephala) pada pertumbuahan
sapi peranakan onggole . Proc. Seminar Penelitian Peternakan . Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ternak . Bogor. Hal 169-173.

Wina, E. 1992 . Nilai gizi kaliandra, gamal dan lamtoro sebagai suplemen
untuk domba yang diberi pakan rumput gajah . Proc . Pengolahan dan
Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian . Teknologo Pakan dan Tanamam
Pakan. BPT. Hal 13-19.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yates, N .G. 1982. Mineral supplements double growth rate of sheep fed
leucaena . Research report 1982 . Balitnak, Ciawi . p . 43.


  AZOLLA TANAMAN YANG MEMILIKI  KUALITAS NUTRISI YANG BAIK SEBAGAI PAKAN TERNAK Tanaman azola Keterbatasan  bahan pakan menyebabkan produksi...