Search This Blog

Showing posts with label PENILAIAN KARAKTERISTIK / SIFAT FISIK BAHAN PAKAN TEPUNG ECENG GONDOK. Show all posts
Showing posts with label PENILAIAN KARAKTERISTIK / SIFAT FISIK BAHAN PAKAN TEPUNG ECENG GONDOK. Show all posts

Sunday, December 16, 2018

Pemrosesan Bahan Baku Pakan Ternak

 

PENILAIAN KARAKTERISTIK / SIFAT FISIK BAHAN PAKAN TEPUNG ECENG GONDOK)





I.  PENDAHULUAN

 

I.       Latar Belakang

Eceng gondok (Eichorniacrassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Tanaman ini menjadi kendala di daerah tersebut, karena pertumbuhan bergitu cepat dalam sehari sekitar 3%, sehingga dalam waktu yang capat dapat menutupi permukaan rawa atau danau. Keberadaan tanaman ini lebih sering dianggap sebagai gulma air yang sangat merugikan manusia, karena menyebabkan pendangkalan sungai atau waduk serta menyebabkan penguapan air dan penurunan unsur hara yang cukup besar (Mahmilia, 2005).

 

Jika untuk pakan ternak, eceng gondok harus diolah terlebih dahulu karena tingginya kandungan serat kasar. Salah satu teknik pengolahannya melalui teknologi fermentasi. Pada proses ini, eceng gondok diolah menjadi tepung, lalu difermentasi secara padat dengan menggunakan campuran mineral dan mikroba Trichoderma harzianum yang dilakukan selama empat hari pada suhu ruang. Proses fermentasi ini mampu meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam eceng gondok.

 

Karakteristik atau sifat ransum sangat berpengaruh dalam menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Kebanyakan peternak lebih memilih menggunakan ransum buatan pabrik ketimbang memformulasi sendiri, hal ini menyebabkan biaya produksi lebih besar. Padahal ketersediaan bahan baku lokal cukup banyak dan mudah didapatkan. Akan tetapi kebanyakan bahan pakan ternak mempunyai perbedaan karakteristik atau sifat.

 

Selama ini ada tiga bentuk ransum yang dikenal para peternak, yaitu : 1). tepung (mash), bentuk ini yang lama digunakan di Indonesia. 2). butiran lengkap (pellet), bentuk ini telah mendapat perlakuan teknis dari bentuk mash dan sangat digemari oleh ternak. 3). butiran lengkap terpecah (crumble), ransum ini bentuk butiran tetapi kecil-kecil, sama halnya dengan pellet, pakan ini juga digemari oleh ternak. Ransum bentuk mash kurang digemari oleh ternak bila dibandingkan dengan ransum bentuk pellet dan crumble, akan tetapi ransum mash lebih mudah diserap usus ayam yang menyebabkan efesiensi lebih baik dan dapat digunakan untuk semua umur.

 

Selain bentuk ransum, penyimpanan juga turut andil dalam mendukung keberhasilan bisnis beternak, karena salah satu fungsi penyimpanan adalah menjaga stabilitas ketersedian pakan yang cukup dan aman untuk dikonsumsi ternak. Pakan yang sudah jadi (siap konsumsi) pada umumnya telah mengalami perubahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kadar air sebagai salah satu contoh perubahan kuantitatif, akan yang stabil dengan kadar air tertentu dapat berubah stabilitasnya apabila lingkungan tempat dan lama (waktu) penyimpanan yang tidak mendukung.

 

Penyimpanan yang terlalu lama merupakan penyebab utama pakan menjadi keras dan menggumpal serta memungkinkan untuk bertumbuh kembangnya jamur, kapang dan mikroorganisme lain, sehingga bisa menurunkan kualitas pakan, seperti contoh kasus yang terjadi pada pakan pabrik (komersial). Biasanya pakan buatan pabrik telah mengalami penyimpanan, mulai dari gudang, pengangkutan (transportasi) sampai berakhir ditangan peternak(konsumen).

 

Salah satu uji yang digunakan untuk mengukur kualitas ransum ini adalah uji sifat fisik, yaitu : berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpuan, dan sudut tumpukan. Sekurang-kurangnya keempat uji ini sangat penting diketahui oleh para peternak, karena disamping bisa dijadikan indikator penurunan kualitas ransum, turut juga mempengaruhi volume ruang penyimpanan baik curah atau berwadah, penimbangan dan pengangkutan.

 

II.    Tujuan

Percobaan  ini bertujuan untuk melihat perubahan karakteristik fisik pakan pada Eceng gondok (Eichorniacrassipes) dalam perlakuan direbus dan tanpa direbus

II  TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Eceng Gondok

Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.

 Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi diSungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.

Kerajaan:

Plantae

Divisi:

Magnoliophyta

Kelas:

Liliopsida

Ordo:

Commelinales

Famili:

Pontederiaceae

Genus:

Eichhornia
Kunth

Spesies:

E. crassipes


2.2 Habitat Eceng Gondok

Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.  Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogenfosfat dan potasium (Laporan FAO).

 

Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.

 

2.3 Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok

Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens). Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

 

2.4  Penanggulangan

Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:

1.      Menggunakan herbisida

2.      Mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan

3.      Menggunakan predator (hewan sebagai pemakan eceng gondok), salah satunya adalah dengan menggunakan ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan koan. Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan gulma di permukaan air hilang, daunnya menyentuh permukaan air sehingga terjadi dekomposisi dan kemudian dimakan ikan. Cara ini pernah dilakukan di danau Kerinci dan berhasil mengatasi eceng gondok di danau tersebut.

4.      Memanfaatkan eceng gondok tersebut, misalnya sebagai bahan pembuatan kertas, kompos, biogas, perabotan, kerajinan tangan, sebagai media pertumbuhan bagi jamur merang, dsb.


2.4  Pembersihan Logam Berat

Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida.

 

2.5 Karakteristik fisik pakan

Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu (berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan) dan sifat fisik ini masuk pada kategori sifat-sifat mutu (besaran yang dapat langsung diamati atau diukur dari bahan tersebut). Sifat-sifat bahan merupakan faktor mutu yang penting karena kegunaan atau keragaman dari komoditi itu ditentukan oleh sifat-sifat bahan yang mencirikan beberpa sifat mutu produk yang diturunkan dari beberapa pengukuran sifat fisik, contohnya adalah berat jenis (BJ), diperoleh dari perhitungan pembagian dua pengukuran berat dan volume (Damayanthi dan mudjanjanto, 1995).

 

Pada bidang teknologi pangan, sifat fisik pangan relatif sudah banyak diteliti, karena data tentang sifat fisik ini sangat berguna, misalnya dalam rancangan suatu alat (penanganan) dan sarana (penyimpanan dan transportasi) industri pengolahan hasil pertanian. Disamping itu, pengetahuan ini juga sangat penting dalam pemilihan komoditi yang cocok untuk produksi dan penganekaragaman atau penciptaan produk baru (Syarif dan Irawati, 1988).

 

Secara umum sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik pakan yang penting, yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya amabang, dan faktor higroskopis (khalil, 1999) . Oleh bahwa sifat morfologi yaitu bentuk bahan pakan (tepung, butiran, padatan) dan ukuran bahan (berat, volume, diameter, panjang, lebar) dimana sifat morfologi bahan ini akan diukur dengan pengujian sifat fisik, merupakan kategori sifat fisik bahan yang penting dalam pengawasan mutu (Darmayanthi dan Mudjajanto, 1995).

2.6 Berat Jenis (BJ)

 

Menurut Khalil (1999a), berat jenis atau disebut juga berat spesifik, merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Satuannya adalah gram/ml. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Pertama, berat jenis merupakan faktor  penentu dari kerapatan tumpukan. Kedua, berat jenis juga memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang partikel pakan. Ketiga, berat jenis bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Ransum yang terdiri dari partikel yang perberdaan BJ-nya cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali. Keempat, berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran bahan dari dalam silo untuk dicampur atau digiling.

 

2.7 Kerapatan Tumpukan (KT)

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Satuannya adalah gram/ml. Sifat ini memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, seperti misalnya dalam pengisian silo dan gudang (curah dan wadah). Elevator dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis (Khalil,1999b).

 

Menurut Khalil (1999a) ukuran partikel berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel secara nyata akan menyebabkan penurunan nilai kerapatan tumpukan pada bahan. Lebih lanjut dikatakan bahwa selain pengecilan ukuran partikel, kandungan air juga turut berpengaruh nyata terhadap kerapatan tumpukan sebagian besar bahan pakan sumber mineral, sumber protein hewani dan nabati, pakan hijauan dan pakan sumber energi. Nilai kerapatan tumpukan akan semakin menurun bersamaan dengan naiknya kadar air. Lebih lanjut mengatakan bahwa kerapatan tumpukan lebih penting dari pada berat jenis bahan dalam pengeringan dan penyimpanan secara praktis.

2.7 Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT)

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati  setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan (Khalil,1999).

 

Kerapatan pemadatan tumpukan adalah merupakan perbandingan antara berat bahan pakan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Kapasitas silo, kontainer dan kemasan seperti karung terletak antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Besarnya nilai kerapatan pemadatan tumpukan sangat tergantung pada intensitas proses pemadatan. Sedangkan volume yang dibaca merupakan volume terkecil yang diperoleh selama penggetaran. Sebaiknya pemadatan dilakukan tidak lebih dari 10 menit (Mujnisa, 2008).

Menurut Sayekti (1999) kerapatan pemadatan tumpukan ini dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel, juga turut dipengaruhi oleh ketidak tepatan pengukuran. Sebaiknya pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan dilakukan dengan menggunakan mesin penggoyang yang diketahui kekuatannya dan dijamin kekonsistennya.

 

2.7 Sudut Tumpukan (ST)

Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong, dengan satuan (o)­­. Sudut tumpukan ini merupakan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan partikel dari suatu tumpukan bahan. Pergerakan partikel bahan yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair, dengan sudut tumpukan sama degan nol. Pakan bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20o dan 50o (Khalil, 1999).

 

Pendapat ini selaras dengan Syarif dan Halid (1993), bahwa keduanya mengatakan bahwa selain ukuran partikel (bentuk) pakan, kadar air turut berpengaruh nyata terhadap nilai rataan sudut tumpukan pakan, yaitu semakin tinggi kadar air semakin tinggi sudut tumpukan. Sifat fisik ini perlu diketahui untuk mendesain corong pemasukan (hopper) ataupun corong pengeluaran, misalnya pada silo atau pada mesin pengolahan. Kesalahan desain corong karena kurang pengetahuan tentang sudut tumpukan, komoditas dapat mengakibatkan kemacetan karena corong tersumbat oleh komoditas yang tidak lewat dengan lancar (Syarief dan Irawati, 1988).

 

 

 

 

 

III  PELAKSANAAN PERCOBAAN

 

2.1   Tempat dan Waktu

Percobaain ini di lakukan di Laboraturium Fakultas Pertanian Universitas  Musi Rawas pada bulan Mei 2014

 

2.2     Bahan dan Alat

Bahan yang di gunakan adalah 1. Eceng Gondok; 2. Air; dan 3. Aquades  sedangkan alat yang di gunakan adalah  1. Pisau; 2. Ember; 3. Timbangan; 4. Oven; 5. Gelas Ukur ;    6. Gelas Elemeyer; 7. Blender; 8. Ayakan; 9. Mistar; 10. Dandang; dan 11. Alat Tulis.

 

2.3 Metode Analisa

Metode yang di lakukan dengan rancangan RAL non Factorial di mana terdapat 2 perlakuan setiap perlakuan di ulang sebanyak 5 kali adapun perlakuan sebagai berikut :

E1 : Eceng gondok tampa perebusa

E2 : Eceng gondok di lakukan perebusan

Untuk mengetahui pengaruh perebutan dan tanpa perebusan eceng gondok yang diuji cobakan digunakan model matematis sebagai berikut :

               Y  = m + K + T  (  a  + ba b ) + Î

Dimana :

               Y     : Nilai pengamatan hasil percobaan

               m      : Nilai rata-rata (mean) harapan

               K      : Pengaruh kelompok

               T       : Pengaruh perlakuan

               a      : Pengaruh tampa perebusan

               b      : Perngaruh Pupuk NPK

               a b  : Pengaruh interaksi perlakuan

Π        : Galad

 

Untuk melihat dari masing-masing perlakuan dan interaksinya dapat diuji dengan menggunakan analisis keragaman yang tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 1. Analisis Keragaman Rancangan Acak Kelompok Faktorial.

Sumber

Keragaman

(SK)

Derajad

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat Tengah

(JT)

F-Hitung

F- Tabel

5%

1%

Kelompok

r- 1= v1

JKK

JKK/v1

KTK/KTG

 

 

Perlakuan

p-1= v2

JKP

JKK/v2

KTP/KTG

 

 

Interaksi

(k-1)(d-1)=V5

JKI

JKI/v5

KTI/KTG

 

 

Galat

Vt-Vl-V2= V6

JKG

JKG/v6

 

 

 

Total

k.d.g = Vt

 

 

 

 

 

Sumber: Gomez dan Gomez 1995

Sedangkan untuk melihat tingkat ketelitian dari proses penelitian yang dilakukan perlu dilakukan uji Koefesien Keragaman (KK) dengan rumus sebagai berikut :

KK         =   X 100 %

                  

Dimana :          KK   = Koefisien Keragaman

                        KTG = Kuadrat Tengah Galad

                             = Rata-rata Umum

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan terhadap peubah yang diamati dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan F tabel, dengan ketentuan sebagai berikut :

a.  Bila nilai F hitung lebih kecil dari pada nilai F tabel 5%, maka perlakuan dinyatakan berpengaruh tidak nyata.

b. Bila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 5% tetapi lebih kecil dari F tabel 1%, maka perlakuan dinyatakan berpengaruh nyata.

c. Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 1%, maka perlakuan dinyatakan berpengaruh sangat nyata.

Apabila perlakuan menunjukan pengaruh nyata sampai sangat nyata, maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan

2.4 Cara Kerja

2.4.1. Pengambilan Eceng gondok

Eceng gondok di ambil dari pinggiran sungai dengan memotong pangkal batang kemudian batang tersebut di cuci dengan menggunakan air.

 

 

2.4.2. Pemotongan

Pemotongan di lakukan dengan pisau dengan ukuran 1 cm , pada bagian batang sebelum di potong di belah memanjang yang bertujuan memperkecil bahan dan memudahkan dalam pengeringan.

2.4.3. Penimbangan

Setelah dipotong bahan tersebut di timbang seberat 5 kg untuk pelakuan perebusan, kemudian 5 kg  tanpa di lakukan pengukusan.

 

2.4.4.   Pengukusan

Bahan sebanyak 5 kg di lakukan pengukusan dengan menggunakan dandang, kemudian di kukus selama 1 jam dengan menggunakan kompor gas,  setelah 1 jam bahan tersebut di tiriskan  dan biarkan dingin.

 

2.4.5 Pengeringan

Kedua bahan tersebut di keringkan terlebih dahulu dengan di jemur di panas matahari selama 2 hari sebelum di oven.

 

2.4.6 Pengovenan

Pengovenan di lakukan dengan cara memasukan  kedua bahan tesebut kedalam oven dengan suhu 60o C selama 24 jam.

 

 

2.4.6 Penggilingan

Penggilingan dengan menggunakan blender sampai halus kemudian di lakukan pengayakan dengan menggunakan saringan.

 

2.5 Pengamatan

Dalam percobaan ini pengamatan di lakukan dengan cara sebagai berikut :

2.5.1  Pengukuran Kadar Air

Kadar air di hitung dengan cara metode ini mengeringkan sampel dalam oven 100-1050C sampai bobot konstan dan selisih bobot awal dan akhir dihitung sebagai kadar air

 

2.5.2 PH

Bahan dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan 1 :10, sebanyak 5 gram contoh dilarutkan dalam 50 ml aquades, homogenkan dan biarkan selama 20 menit, kemudian diukur pHnya.

2.5.3 Berat jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara berat dengan volume bahan. Sampel bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL menggunakan sendok secara perlahan sampai mencapai volume 30 mL. Gelas ukur yang sudah berisi bahan ditimbang. Selanjutnya sebanyak 50 mL aquades dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut. Untuk menghilangkan udara antar partikel maka dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk. Sisa bahan yang menempel pada pengaduk dibilas dengan cara menyemprotkan aquades dan ditambahkan ke dalam volume awal. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah konstan. Perubahan volume bahan setelah dicampur aquades merupakan volume bahan sesungguhnya.

             BJ =                  Bobot Bahan Pakan ( gr )

                                 Perubahan Volume Aquades ( ml )

2.5.4 Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan bahan ke dalam gelas ukur dengan menggunakan corong dan sendok teh sampai volume 100 ml. Gelas ukur yang telah berisi bahan ditimbang. Perhitungan kerapatan tumpukan adalah dengan cara membagi berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya (gram/mL).

 

2.5.5 Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan hampir sama dengan kerapatan tumpukan, hanya saja volume bahan dibaca setelah dilakukan pemadatan dengan menggoyang-goyangkan gelas ukur dengan tangan selama 10 menit. Satuan kerapatan pemadatan tumpukan adalah gram/mL.

 

2.5.6 Sudut Tumpukan

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar. Kertas manila berwarna putih digunakan sebagai alas bidang datar (lantai). Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong. Untuk mengurangi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan, pengukuran bahan dilakukan dengan volume tertentu (100 mL) dan dicurahkan perlahan-lahan pada dinding corong dengan bantuan sendok teh pada posisi corong tetap sehingga diusahakan jatuhnya bahan selalu konstan. Sudut tumpukan (tg α ) bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan saat bahan memantul setelah dijatuhkan. Besarnya sudut tumpukan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

   t

=

2t

0.5d                 

        d

 

         tg α =

 

 

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1. Hasil

Secara umum hasil  uji kareteristik terhadap tepung eceng gondok  terhadap perlakuan perebusan dan tanpa perebusan Tabel 4.1.

 

Tabel 2. Peubah kadar air dan pH

No

Peubah yang di amati

E1

E2

1.

2.

Kadar air

pH Bahan

 94,09 %

  6.98

96,77%

7,56

 

Tabel. 3 Hasil sidik ragam kareteristik terhadap tepung eceng gondok 

No

Peubah yang di amati

Perlakuan

KK (%)

1.

2.

3.

4.

Berat Jenis

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan Padatan Tumpukan

Sudut Tumpukan

  222.81**

  377.83**

1011.12**

   972.86**

29.45

22.93

13.65

13.93

 Keterangan :

**   = Berpengaruh sangat nyata

KK = Koefisien Keragaman

 

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa Eceng gondok berpengaruh nyata pada semua peubah yang di amati  terdiri dari Berat jenis, Kerapatan Tumpukan, Pemadatan Kerapatan Tumpukan, Sudut Tumpukan.

4.1 Kadar Air

Eceng gondok sebagai bahan baku pakan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu kandungan air yang tinggi, sehingga kalau di jadikan tepung sangat sedikit. Berdasarkan data diatas ada perbedaan kadar air dari perlakuan tanpa perebuasan mauput di lakuakan perebuasan hal ini di sebakan karena pada proses perebusan kadar air lebih rendah di bandingkan dengan tanpa perebusan, dimana dalam proses perebusan air masuk kedalam partikel sehingga akan mempengaruhi kadar air dari tepung enceng gondok.

 

4.2 pH

Berdasarkan pada tabel 4.1 dapat di lihat pH tepung enceng gondok memiliki perbedaan antar perlakuan tampa perebusan dengan perebuasan, hal ini di sebabkan karean  perosese perebusan pada enceng gondok dapat mengurani kandaungan asam yang ada pada eceng gondok , di bandingkan dengan tanpa perebusan kadungan asam pada bahan masih ada.

 

 

4.3 Berat Jenis Tepung Enceng Gondok

Rata-rata berat jenis dalam tepung eceng gondok dalam perlakuakn perebusan dan tanpa perebusan pada Tabel 4.

 

Perlakuan

Kelompok

Jumlah

Rerata

I

II

III

IV

V

E1

0.69

0.55

0.65

0.72

0.63

3.24

0.65 b

E2

0.45

0.56

0.47

0.60

0.39

2.47

0.49 a

Jumlah

1.14

1.11

1.12

1.32

1.02

5.71

0.23

Tabel 4. Rata-Rata Berat Jenis tepung eceng gondok dalam perlakuakn perebusan dan tanpa perebusan (gram/ml) 

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda sangat nyata (P>0.01).

 

Pada tabel di atas menunjukan bahwa Berat Jenis (BJ) merupakan perbandingan antara massa terhadap volume dan memegang peranan penting dalam berbagai proses penanganan. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan perebusan berpengaruh sangat  nyata (P > 0,01) terhadap berat jenis tumpukan. Pada table diatas menunjukan bahwa rata-rata nilai berat jenis tepung eceng gondok  yang diberi perlakuan perebusan  lebih rendah dibandingkan dengan tanpa perebusan.

 

Rendahnya nilai berat jenis tepung eceng gondok  pada perlakuan perebusan  disebabkan adanya struktur yang padat dan adanya pengaruh perebusan sehingga partikel bahan menjadi mengecil sehingga nilai berat jenis rendah. Guathma (2001), menyatakan bahwa ruang antara partikel bahan sudah terisi oleh aquades dalam pengukuran sehingga nilai berat jenisnya rendah.

 

4.4  Kerapatan Tumpukan Tepung Eceng Gondok

Rata-rata kerapatan tumpukan dalam tepung eceng gondok dalam perlakuakn perebusan dan tanpa perebusan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-Rata kerapatan tumpukan tepung eceng gondok dalam perlakuan

Perlakuan

Kelompok

Jumlah

R

erata

I

II

III

IV

V

E1

0.16

0.18

0.20

0.19

0.18

0.91

0.18 b

E2

0.12

0.11

0.13

0.11

0.15

0.62

0.12 a

Jumlah

0.28

0.29

0.33

0.30

0.33

1.53

0.06

perebusan dan tanpa perebusan (gram/ml)



Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda sangat nyata (P>0.01).

 

Kerapatan tumpukan (KT) merupakan perbandingan massa bahan dengan volume yang ditempati. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan berpengaruh sangat nyata    (P > 0,01) terhadap kerapatan tumpukan. Pada tabel diatas menunjukan bahwa rata-rata nilai kerapatan tumpukan tepung enceng gondok  yang diberi perlakuan perebusan  lebih rendah dibandingkan dengan  tampa perebusan. hal ini disebabkan oleh ukuran partikel yang lebih kecil sehingga rongga semakin sedikit dan juga mungkin disebabkan oleh kadar air tepung eceng gondok.

 

Sesuai dengan pendapat Khalil (1999 ) bahwa ukuran partikel berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan, yaitu pengecilan ukuran partikel secara nyata akan menyebabkan penurunan nilai kerapatan tumpukan pada bahan pakan terutama pada bahan pakan jagung. Lebih lanjut Khalil (1999a) mengatakan bahwa selain pengecilan ukuran partikel, kandungan air juga berpengaruh nyata terhadap kerapatan tumpukan sebagian besar sumber protein hewani dan nabati, pakan hijauan dan bahan pakan sumber energi.

 

4.5 Kerapatan Pemadatan Tumpukan Tepung Eceng Gondok

Rata-rata kerapatan pemadatan tumpukan dalam tepung eceng gondok dalam perlakuan perebusan dan tanpa perebusan pada Tabel 6.

 

Tabel 6. Rata-Rata kerapatan pemadatan tumpukan tepung enceng gondok dalam perlakuakn perebusan dan tanpa perebusan (gram/ml) 

 

Perlakuan

Kelompok

Jumlah

Rerata

I

II

III

IV

V

E1

0.75

0.68

0.70

0.64

0.66

3.43

0.69 b

E2

0.64

0.55

0.63

0.64

0.63

3.09

0.62 a

Jumlah

1.39

1.23

1.33

1.28

1.29

6.52

0.26

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda sangat nyata (P>0.01).

 

Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan bahan ke dalam gelas ukur dengan menggunakan corong. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan berpengaruh sangat nyata    (P > 0,01) terhadap kerapatan pemadata tumpukan. Pada table diatas menunjukan bahwa rata-rata nilai kerapatan pemadatan tumpukan tepung eceng gondok  yang diberi perlakuan perebusan  lebih rendah dibandingkan dengan  tampa perebusan. Hal ini di sebabkan karena berbedanya partikel, kadar air tepung eceng gondok dan pengaruh dari penggoyangan bahan tersebut.

 

Hal ini sesuai dengan pendapat Khalil (1999) bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap kerapatan pemadatan tumpukan, yaitu akan meningkatkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan.  Nilai kerapatan pemadatan tumpukan ini selain dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel, juga dipengaruhi oleh ketidaktepatan pengukuran. Sebaiknya pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan dilakukan dengan menggunakan mesin penggoyang yang diketahui kekuatannya dan dijamin kekonsistenannya.

 

4.6 Sudut Tumpukan Tepung Eceng Gondok

Rata-rata kerapatan pemadatan tumpukan dalam tepung enceng gondok dalam perlakuan perebusan dan tanpa perebusan pada Tabel 7.

 

Tabel . 7 Rata-Rata sudut tumpukan eceng gondok dalam perlakuan perebusan dan tanpa perebusan (gram/ml) 

Perlakuan

Kelompok

Jumlah

Rerata

I

II

III

IV

V

E1

52.10

53.10

51.00

49.90

53.30

259.40

51.88 b

E2

49.20

39.90

48.20

42.30

47.20

226.80

45.36 a

Jumlah

101.30

93.00

99.20

92.20

100.50

486.20

19.45

Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda sangat nyata (P>0.01).

 

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan berpengaruh sangat nyata    (P > 0,01) terhadap sudut tumpukan. Pada table diatas menunjukan bahwa rata-rata nilai kerapatan pemadatan tumpukan tepung enceng gondok  yang diberi perlakuan perebusan  lebih rendah dibandingkan dengan  tampa perebusan. Hal ini di karenakan disebabkan oleh ukuran partikel dan kadar air dalan tepung enceng gondok.

 

Hal ini sesuai dengan pendapat  Khalil (1999) yang menyatakan  bahwa ukuran partikel yang semakin kecil akan membentuk sudut tumpukan tinggi, lebih mudah dan lebih akurat ditakar baik secara volumetrik dan gravimetris.

 

 


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data bahwa perebusan berpengaruh nyata terhadap nilai sifat karakteristik fisik pakan (berat jenis, kerapatan tumpukan,  kerapatan pemadatan tumpukan, dan sudut tumpukan) yaitu meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan.

4.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka disarankan dalam penggunaan tepung enceng gondok sebaikanya di beri perlakuakn terlebih dahulu seperti pemberian air kemudian di berikan keternak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Damayanthi, E dan E. D. Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. Depertamen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan Dan Kejuruan Non teknik II, jakarta.

 

Guathama, P. 1998. Sifat Fisik Pakan Lokal Sumber Energi, Sumber Mineral, serta Sumber Hijauan Pada Kadar Air dan Ukuran Partikel yang Berbeda. Skripsi Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

 

Khalil. 1999a. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadap Sifat Fisik

Pakan Lokal:   Kerapatan Pemadatan tumpukan dan Berat Jenis: Media Peternakan. 22 (1) :1 -11

 

Khalil. 1999b. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadap Sifat Fisik

Pakan Lokal:   Sudut Tumpukan dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan, 22 (1) : 33-42.

 

Mujnisa. 2008. Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar Mahasiswa Dalam Matakuliah Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

 

Syarief, R. dan Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

  AZOLLA TANAMAN YANG MEMILIKI  KUALITAS NUTRISI YANG BAIK SEBAGAI PAKAN TERNAK Tanaman azola Keterbatasan  bahan pakan menyebabkan produksi...