Search This Blog

Friday, December 13, 2019

Tanaman Makanan Ternak Bernutrisi Tinggi

 

Legum pohon Lamtoro (Leucaena leucocephala) 





                                              



                                                         I. Pendahuluan



1.1  Latar Belakang

Mengupayakan suatu usaha peternakan perlu ditunjang oleh tiga faktor utama yaitu : pemuliabiakan ternak (Breeding), sistim pemberian makanan (Feeding) dan sistim tata-laksana (Management). Pertumbuhan ternak akan sangat tergantung pada pakan dan proses pemberian makanannya.  Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia adalah dengan pemberian pakan yang bermutu, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Sejauh ini, pola pemberian pakan yang belum sesuai dengan kebutuhan ternak dan rendahnya tingkat produktivitas ternak di daerah tropis. Dengan kata lain, problema utama upaya peningkatan produksi ternak ruminansia adalah sulitnya penyediaan pakan yang berkesinambungan baik dalam artian jumlah yang cukup dan kualitas yang baik (Chen et al.,1990).

Penyediaan pakan pada ternak ruminansia meliputi 2 (dua) aspek, yang pertama
adalah penyediaan sumber pakan yang bermutu baik untuk kebutuhan mikroba yang nantinya akan menguntungkan ternak ruminansia itu sendiri dan yang kedua adalah penyediaan pakan untuk kebutuhan ternak sapi itu sendiri. Dalam memenuhi kedua kebutuhan tersebut pada ternak ruminansia maka diperlukan beberapa pertimbangan dalam penyediaan pakannya (Sutardi, 1977). Protein sebagai zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno,1991). Penggunaan protein pada bahan pakan akan membutuhkan biaya yang tinggi sehingga memerlukan beberapa pertimbangan dalam pemberiannya untuk pakan ternak ruminansia.
Sumber protein yang bisa digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ternak bisa berasal dari leguminosa pohon seperti lamtoro. Daun dan buah lamtoro mengandung protein dan energi yang cukup tinggi dan juga merupakan bahan baku lokal yang banyak tersedia.

II. PEMBAHASAN


2.1  Potensi Lamtoro sebagai pakan ternak

Lamtoro (Leucaena leucocephala) sudah dikenal di Indonesia sejak dulu dengan nama petal cina . Tanaman ini termasuk kacang-kacangan yang berasal dari Amerika Tengah . Tanaman ini dibawa ke Indonesia pada abad ke-20 sebagai tanaman peneduh di perkebunan-perkebunan (Budiman dkk .,1994) . Sekarang tanaman ini tersebar di seluruh pelosok pedesaan karena mudah tumbuh hampir di semua tempat yang mendapat curah hujan cukup. Kegunaan tanaman ini telah banyak dilaporkan yakni sebagai pupuk hijau, bahan bangunan, tanaman pelindung untuk tanaman cacao, tanaman pinggir jalan, pagar hidup, pencegah erosi, bahan baku pembuat kertas, bahan bakar dan sebagai pakan hijauan yang berprotein tinggi .

Lamtoro merupakan tanaman leguminosa pohon yang punya potensi besar untuk dikembangkan sebagai penghasil hijauan makanan ternak sepanjang tahun. Tanaman ini dapat menghasilkan 70 ton hijauan segar atau sekitar 20 ton bahan kering/Ha/tahun. Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan tanaman serba guna yang termasuk tanaman kacang-kacangan, berbentuk pohon dan dapat tumbuh dengan tinggi pohon 8-15 m serta berumur tahunan (17-32 tahun).

Tanaman ini tersebar luas di seluruh pelosok pedesaan dan mudah tumbuh
hampir di semua tempat yang mendapat curah hujan cukup . Perbanyakan tanaman tersebut dilakukan secara generatif (biji) . Penanaman dengan biji menyebabkan tanaman memiliki sistem perakaran yang kuat dan dalam sehingga dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama . Sebagai sumber hijauan makanan ternak, tanaman ini belum dimanfaatkan secara optimal . Demikian juga tanaman ini belum banyak dikomersialkan sebagai hijauan makanan ternak .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi hijauan tanaman lamtoro dapat mencapai 20 ton bahan kering/ha/tahun dengan total produksi protein kasar sebesar 3 ton/ha/tahun (Jones, 1979).

2.2  Jumlah dan Kualitas Lamtoro sebagai pakan ternak

Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat.

Lamtoro mudah beradaptasi, dan segera saja tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis subspesiesnya, yakni:

v  Leucaena leucocephala ssp. leucocephala; ialah anak jenis yang disebar luaskan oleh bangsa Spanyol di atas. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
v  ssp. glabrata (Rose) S. Zárate. Dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar segala-galanya (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta,
v  ssp. ixtahuacana C. E. Hughes; yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.


Bila dilihat dari kandungan nutrisinya hijauan ini termasuk hijauan yang bernilai gizi cukup baik seperti terlihat pada Tabel 1 .

Komposisi kimia hijauan lamtoro
Urayan
1
2
3*
4**
Bahan Kering
-
-
29,10
35,67
Protein kasar
29,82
32,12
34,57
27,48
Lemak
5,24
3,55
2,23
2,97
Serat kasar 
19,61
21,65
-
-
NDF
39,94
43,23
38,6
52,68
ADF
14,4
27,18
34,38
42,93
Hemiselulosa 
-
-
4,22
9,55
Selulosa
9,14
17,14
-
-
Abu
6,12
6,47
4,85
4,93
Lignin
5,15
9,81
-
-
Kalsium
1,20
1,14
0,47
0,10
Pospor
0,22
0,13
0,79
0,55
Sumber :

1) dan 2) . Hasil Analisis laboratorium Proksimat, Balitnak
Bogor (tidak dipublikasi)
3). Toruan Mathius dan Suhendi (1991)
*) Daun lamtoro muda
**) Daun lamtoro tua

Pada Tabel 1 terlihat bahwa, lamtoro mengandung protein, kalsium dan energi yang tinggi. Menurut Jones (1979) dan Haryanto (1993), daun lamtoro mengandung protein yang relatif rendah tingkat pemecahannya di dalam rumen sehingga merupakan sumber protein yang baik untuk ternak ruminansia . Kandungan proteinnya berkisar antara 25 - 32% dari bahan kering, sedangkan kalsium dan fosfomya berturut-turut antara 1,9 - 3,2% dan 0,15 - 0,35% dari bahan kering (Askar dkk ., 1997). Kisaran ini disebabkan oleh 110 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 perbedaan varitas, kesuburan tanah, umur panen (daun muda akan mengandung protein yang lebih tinggi daripada daun tua), iklim serta komposisi campuran daun dan tangkai daun .

Kandungan mineral lainnya seperti Fe, Co dan Mn, menurut Mathius (1993) masih berada diambang batas yang tidak membahayakan untuk dijadikan pakan, sedangkan rendahnya kadar sodium dan iodium dapat diatasi dengan pemberian mineral lengkap yang dicampur dengan garam dapur (Jones, 1979) . Selanjutnya menurut Yates (1982)
pemberian garam dapur yang dicampur mineral suplemen (yang mengandung
unsur-unsur trace element seperti Cu, Fe, Mn, Zn, I, Co, Se, Mo, S, Ca, dan Na ) pada hijauan lamtoro untuk domba dapat meningkatkan bobot badan harian sebesar dua kali lipat . Komposisi kimia zat makanannya dalam bahan kering terdiri atas 25,90 % protein kasar, 20,40 % serat kasar dan 11 % abu (2,30 % Ca dan 0,23 % P), karotin 530.00 mg/kg dan tannin 10,15 mg/kg (NAS, 1984).

2.3 Kendala Penggunaan pada Ternak

Lamtoro termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak pemberiannya perlu dibatasi . Lamtoro mengandung zat anti nutrisi yaitu asam amino non protein yang disebut mimosin, yang dapat menimbulkan keracunan atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Haryanto, 1993 dan Siregar, 1994).

Zat anti nutrisi Iainya yang terkandung di dalam Iamtoro yaitu asam sianida (HCN) yang berpengaruh buruk karena dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid pada ternak . Asam sianida dapat menyebabkan keracunan akut (mematikan) dan keracunan kronis . Pada dosis rendah HCN yang masuk dalam tubuh ternak dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menurunkan kesehatan ternak . Selain itu Iamtoro juga mengandung tanin yang dapat menurunkan palatabilitas pakan clan penurunan kecernaan protein (Siregar, 1994) . Namunm menurut Jones (1979) dan Manurung (1996) adanya sejumlah tanin dalam Iamtoro dapat mencegah kembung dan melindungi degradasi protein yang berlebihan oleh mikroba rumen .

2.4 Pengolahan untuk Mengatasi Anti Nutri

Adanya zat anti nutrisi dalam hijaun Iamtoro tidak mengurangi nilai manfaatnya sebagai pakan hijauan yang berkualitas . Pencampuran hijauan ini ke dalam hijauan Iainnya adalah salah satu cara mengurangi resiko keracunan pada ternak ruminansia . Disamping itu proses pemanasan (pengeringan atau pelayuan) dapat meningkatkan pemecahan mimosin menjadi DHP yang kurang toksik (Tangendjaya dan Lowry, 1984) . Menurut Lowry (1982 ) bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan pada suhu antara 55-70C, bila Iebih tinggi dari 70°C menyebabkan terjadinya denaturasi enzim . Perendaman Iamtoro di dalam air panas pada suhu 60°C selama 3 menit dapat mengubah mimosin menjadi DHP hanya terjadi pada daun, sedangkan pada tangkai daun tidak terjadi penurunan .

Untuk mengatasi keterbatasan pemberian daun lamtoro tersebut pada ternak unggas  maka dilakukan dengan penggunaan mikroorganisme melalui proses fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan (Saono, 1976; Jay, 1978; Winarno, 1980), menambah rasa dan aroma serta  meningkatkan kandungan vitamin dan mineral (Kuhad dkk., 1997).

Fermentasi dilakukan menggunakan bakteri Bacillus laterosporus. Bakteri Bacillus laterosporus merupakan bakteri selulolitik yang menghasilkan enzim selulase dan enzim protease untuk merombak zat-zat makanan yang sulit dicerna menjadi mudah dicerna.  Seperti yang dijelaskan oleh Supriati, Hamid, Pasaribu dan Sinurat (1998) bahwa fermentasi diharapkan terjadinya perombakan bahan kompleks menjadi sederhana sehingga mudah dicerna yang selanjutnya dapat meningkatkan nilai gizi bahan.

 2.5 Penggunaan pada ternak /cara pemberian dan jumlah pemakaian

Pemberian pakan tunggal pada ternak yang terdiri dari rumput-rumputan
yang umumnya rendah kandungan nitrogennya tidak akan memenuhi kebutuhan
zat-zat gizi minimal ternak, campuran rumput atau jerami dengan daun
lamtoro sangat menguntungkan untuk memperbaiki nilai gizi yang rendah .
Dari beberapa penelitian pemberian daun lamtoro sebagai campuran pada rumput atau jerami dapat memperbaiki nilai gizi ransum . Sitorus (1987) melaporkan bahwa penambahan hijauan Iamtoro segar sebanyak 0,5 kg pada
ransum dasar domba dan kambing (ransum dasar terdiri dari 1,8 kg rumput
gajah yang ditambah jerami padi yang diberikan secara bebas) menunjukkan
adanya perbaikan dalam nilai konsumsi pakan bila dibandingkan dengan
ternak yang hanya mendapat ransum dasar .

Wahyuni dkk. (1981) melaporkan hasil percobaan pada sapi PO (Peranakan Ongole) yang diberi ransum pokok rumput lapangan ditambah daun lamtoro sebanyak 0%, 20%, 40%, 60% dan 100% yang memberikan pertambahan bobot badan harian masing-masing sebesar 0,02 kg, 0,29 kg, 0,54 kg dan 0,57 kg dan 0,38 kg . Pemberian lamtoro 40% dan 60% adalah terbaik bila dibandingkan dengan pemberian lamtoro sebanyak 0%, 20% dan 100% (Gambarl). Selain itu selama 26 minggu (182 hari) dilakukan percobaan tidak terlihat adanya gejala keracunan pada ternak .

Penelitian yang dilakukan oleh Semali dan Mathius (1984) menunjukkan bahwa pemberian daun lamtoro sebanyak 1 kg/hari merupakan jumlah pemberian yang optimal untuk pertumbuhan ternak domba muda .

Menurut Wina (1982) penambahan daun Iamtoro sampai dengan 30%
pada domba yang diberi ransum dasar rumput gajah menunjukkan nilai
koefisien cerna protein, bahan organik dan energi yang lebih tinggi daripada
kaliandra dan gamal, namun tidak berbeda dalam pertambahan bobot badan
dan konsumsi ransum (bahan kering, bahan organik dan energi) .




III KESIMPULAN

1. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa hijauan lamtoro bernilai gizi tinggi
terutama protein sehigga dapat dijadikan sebagai pakan tambahan sumber
protein untuk memperbaiki kualitas ransum dan meningkatkan produktivitas
ternak .
2. Hijauan lamtoro mengandung zat anti nutrisi bersifat toksik yaitu asam
amino non protein (mimosin), asam sianida dan tannin . Hal ini dapat
dikurangi melalui proses pemanasan, pengeringan, pelayuan dan
perendaman dalam air panas.
3. Dianjurkan penggunaan lamtoro segar sebagai pakan tambahan tidak lebih
dari 40% dan 60% hijauan lamtoro bila diberikan dalam keadan kering
cincang.












Daftar Pustaka

Askar, S. dan Nina Marlina . 1997 . Komposisi kimia beberapa hijauan pakan .
Bulletin Teknik Pertanian . 2 (1) : 7 - 11 .
Budiman, H. dan Syamsimar Djamal . 1994 . Hijauan Pakan Ternak. Pusat
Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Bogor . Hal 19.

Chen, C. P. 1990. Management of forage for animal production under tree crops. in: proc. integrated tree croping and small ruminant production system. INIQUES L.C and M. D. SANCHEZ (Eds).SR-CRSP. Univ. California Davis, USA. Pp. 10 –23.

Haryanto, B. dan A. Djajanegara. 1993 . Pemenuhan kebutuhan zat-zatnmakanan ternak ruminansia kecil . Sebelas Maret University Press. Hal192-194.
Jones, R.J. 1979. The value of Leucaena leucocephala as a feed for nruminants in tropics . World Anim . Rev ., No . 31 . Hal 13-23 .

Lowry, J .B . 1982. Detoxification of leucaena by enzymatic or microbial
processes . in Proc. Leucaena Research in the Asian-Pacific Region  IDRC, 211-e . Hal 49-54 .

Manurung, T . 1996 . Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber
protein ransum sapi potong. Jumal Ilmu Ternak dan Veteriner . 1(3) :
143-147 .
Mathius, I.W. 1993 . Tanaman lamtoro sebagai bank pakan hijauan yang
berkualitas untuk kambing- domba . Wartazoa . 3(1) : 24-29.

Semali, A . dan I . W. Mathius . 1984. Pengaruh penambahan daun Iamtoro
pada ransum domba terhadap konsumsi dan daya cerna ransum . Proc.
Domba dan Kambing di Indonesia . Puslitbangnak . Hal 8-11 .

Siregar, B. 1994 . Ransum Ternak Ruminansia . Penebar Swadaya . Jakarta . Hal16.

Sitorus, S .S. 1987 . The effect of Ieucaena suplementation to napier grass and
rice straw based diets for growing goats and sheep. Ilmu dan Peternakan . 3(2) : 75-78.

Sutardi, T. 1977. Ketahanan protein makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi produktivitas ternak. Buletin Makanan Ternak. 5 : 1 - 21


Tangendjaja, B . and J .B. Lowry. 1984 . Peranan enzym di dalam daun lamtoro
pada pemecahan mimosin oleh ternak ruminansia. Proc. Pertemuan
Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil . Puslitbangnak . Bogor. Hal 12-15.

Toruan Mathius, N . dan D . Suhendi . 1991 . Potensi kultivar Leucaena
diversifolia terseleksi sebagai pakan ternak . Menara Perkebunan . 59 (4) :
118-122 .

Wahyuni, Editha S.J ., Komara W dan Alan Day. 1981 . Penggunaan berbagai
Tingkat hijauan petal cina (Leucaena leucocephala) pada pertumbuahan
sapi peranakan onggole . Proc. Seminar Penelitian Peternakan . Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ternak . Bogor. Hal 169-173.

Wina, E. 1992 . Nilai gizi kaliandra, gamal dan lamtoro sebagai suplemen
untuk domba yang diberi pakan rumput gajah . Proc . Pengolahan dan
Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian . Teknologo Pakan dan Tanamam
Pakan. BPT. Hal 13-19.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yates, N .G. 1982. Mineral supplements double growth rate of sheep fed
leucaena . Research report 1982 . Balitnak, Ciawi . p . 43.


Thursday, April 11, 2019

Optimalisasi Perkarang Rumah Dengan Tanaman Seledri

 

Tanaman Seledri

Peman faatan perkarangan rumah Ketersediaan akan lahan pertanian akan semaking berkurang, dengan itu perlunya inovasi teknologi yang dapat memanfaatkan perkarangan menjadi lebih produktif dan memiliki nilai ekonomis. salah satu tanama yang dapat ditanam dan memeiliki peluang usahan yang baik adalah tanaman seledri dan tanaman sawi manis yang di budidayakan di dalam polybag.


                    Tanaman seledri media jerami di dalam polybag

Tanaman selesdri merupakan tanaman yang banyak di gunakan oleh ibu-ibu rumah tangga, tanaman seledri ini sendiri memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi tubu manusia. Tanamna seledri ini dapat di jadikan sebagai sayuran maupun obat yanga dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti kangker. sehingga tanaman seledri ini banyak di buat jus untuk penyembuhan penyakit.
Budidaya tanaman seledri ini sangat lah mudah dan dapat memenfaatkan perkarangan rumah dan dapat memenfaatkan polibeb maupun pot-pot serta wadah bekas. dalam pertumbuhan nya seledri tidak adanyan perlakuan khusus yang paling utama adalah kebutuhan air dan unsur hara. kebutuhan air dapar di berikan setiap hari sedangkan pupuk dapat di lakukan dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang yang sudah jadi, dalam aplikasi pupuk kandang dapat diberikan 200 gr/polobek/pot dengan di tebarkan diatas permukaan polibag. pemupukan dapat di berikan pada 2 bulan sekali.



Tanaman sawi media jerami di dalam polybag

Budidaya seledri dan sawi dengan media jerami padi tambahkan yang di pupuk mol bongol pisang 3 in 1, mol ini dapat di aplikasikan dengan cara di siram ke tanaman. Mol mol bongol pisang 3 in 1 ini sangat baik dalam peningkatan pertumbuhan tanaman, selain memliki zat perangsang tumbuh mol ini juga memiliki mikroorganisme yang berguna dalam mempercepat proses penghancuran bahan organik ( proses dekomposer pupuk kompos ). jenis mikroba yang ada pada mol ini yaitu Jenis mikrobia yang telah diidentifikasi pada MOL mol bongol pisang 3 in 1 pisang antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., dan Aspergillus nigger. Proses pembuatan MOL bonggol pisang memerlukan waktu fermentasi yang paling optimal pada hari ke-7 dan hari ke-14

 
Mol Bonggol pisang 3 in 1 dalam proses fermentasi.

Demikian lah ulasann singkat tentang pemanfaatan perkarangan rumah dijadikan budidaya tanaman seledri dan sawi dengan menggunakan teknologi Mol Bonggol pisang 3 in1. teknis budi daya dan pembuatan Mol bonggol pisang 3 in 1 kita ulas pada kesempatan berikutnya. terima kasih

  AZOLLA TANAMAN YANG MEMILIKI  KUALITAS NUTRISI YANG BAIK SEBAGAI PAKAN TERNAK Tanaman azola Keterbatasan  bahan pakan menyebabkan produksi...